Banyak suka dan duka dalam pembuatan karya tulis ini. Suka karena ternyata saya bisa menghasilkan karya dalam hanya waktu 2,5 jam dengan ide yang terlintas begitu saja karena data karya tulis yang masih kurang lengkap (hasil wawancara). Semula ingin membuat Academic Paper berupa laporan penelitian, tapi saya merasa hasilnya akan kurang bagus jika hanya menggunakan sedikit narasumbeer. Akhirnya saat mengisi daftar hadir, dengan mengucap basmalah, saya beralih haluan tema menjadi Popular Writing. Duka karena artikel yang saya buat mencantumkan hasil wawancara (sebenarnya tanya jawab biasa) saat KKN semester sebelumnya. Tapi ternyata teman saya kurang senang namanya dicantumkan tanpa izin. Inilah kesalahan fatal saya, mencantumkan narasumber tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Saya janji, tidak akan mengulang kode etik jurnalistik tersebut. AlhamdulIllah, seiring perjalanan waktu dan permintaan maaf yang terus diucapkan, mereka pun akhirnya memaafkan saya. Moga Allah meridhai karya saya ini. Inshaa Allah . . . ^_^
INTERNALISASI RASA KEPEDULIAN BANGSA DALAM TIAP PRIBADI MAHASISWA
Oleh:
Lin Indah Hidayati
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM
NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
2013
INTERNALISASI
RASA KEPEDULIAN BANGSA DALAM TIAP PRIBADI MAHASISWA
Lin Indah Hidayati*)
Sebulan lalu kita
dikagetkan dengan peristiwa tersebarnya video yang menampilkan adegan porno di
sebuah SMP di Jakarta. Video ini tidak hanya mengejutkan pihak sekolah,
melainkan juga disayangkan oleh kalangan akademisi, intelektual, orang tua, dan
pelajar lainnya. Video ini diaktori oleh sepasang pelajar SMP dan dilakukan di
salah satu ruangan di sekolah tersebut. Tambahan lagi, hal yang membuat miris
dan sangat disayangkan adalah orang-orang di dekat mereka saat itu, yang juga
teman-teman mereka, justru tertawa-tawa sambil merekam adegan ‘dua aktor’
tersebut.
Peristiwa tersebut membuat
banyak masyarakat nasional maupun internasional bertanya, ‘Apakah perilaku anak-anak
Indonesia sudah separah itu? Pendidikan seperti apa yang telah diajarkan pada
anak-anak itu? Apa saja yang telah dilakukan para pendidik dan orang tua selama
pendidikan anak-anak di sekolah?. Pertanyaan-pertanyaan tersebut merupakan
masalah dan PR besar bagi masyarakat Indonesia yang perlu segera dicari upaya penyelesaiannya.
Berbagai komentar
diutarakan oleh kalangan pendidik dan masyarakat umum terkait permasalahan
tersebut. Sebagian besar dari mereka sepakat bahwa faktor peenyebabnya adalah
tidak adanya filterisasi media, baik TV maupun internet serta kurangnya
pengawasan orang tua dan guru. Selain itu, mereka juga berpendapat bahwa pendidikan
di Indonesia memerlukan banyak pembenahan. Hal ini pula yang diduga menjadi
pendorong lahirnya Kurikulum 2013 yang didalamnya menanamkan berbagai nilai
tambahan, salah satu diantaranya adalah nilai religius atau ke-Tuhan-an selama
berlangsungnya proses pembelajaran.
Indonesia tampaknya
tidak hanya memiliki masalah dalam dunia pendidikan, tetapi juga dalam bidang
pemerintahan dan politik. Diantaranya adalah lahirnya berbagai kebijaksanaan
pemerintah yang dirasakan masyarakat umum sebagai sebuah keputusan yang tidak
bijaksana dan justru menyengsarakan mereka, seperti kenaikan harga BBM selepas
Ramadhan lalu dan korupsi mega proyek yang dilakukan para ‘wakil rakyat’.
Kondisi yang bertolak
belakang dengan dua kejadian di atas sebenarnya tidak jarang pula kita lihat di
beberapa tempat. Hari Ahad kemarin di Desa Dukuh Semar, di sela-sela keramaian
terminal Harjamukti, tepatnya di sebuah rumah warga yang terletak di belakang
terminal, tampak kerumunan anak seusia SD dan SMP yang tengah belajar. Di dekat
mereka, beberapa pemuda dan pemudi tampak mendampingi dan membimbing anak-anak
itu.
Anak-anak yang tengah
belajar itu tidak lain adalah para anjal,
atau anak-anak jalanan, yang sering kita lihat di perempatan lampu merah,
pasar, maupun terminal. Alasan klasik (namun masih sulit untuk diketahui
pemecahannya) yaitu kondisi perekonomian keluarga menjadi penyebab utama mereka
menjalani ‘profesi’ sebagai anjal. Sepulang sekolah, mereka mangkal di tempat-tempat yang menurut
mereka bisa mendatangkan uang untuk membantu keuangan keluarga. Lima orang
pemuda dan pemudi yang menyertai mereka rupanya adalah mahasiswa di salah satu
perguruan tinggi negeri di Cirebon.
Abdul Rohim, yang
merupakan salah satu dari pemuda tersebut dan berasal dari Jurusan Matematika,
memberitahu bahwa proses pembelajaran yang mereka bersifat fleksibel. Artinya,
tempat dan aturan disesuaikan dengan kondisi fisik dan mental anak-anak serta
cuaca.
“Mengajari anak biasa
dengan anak jalanan tentunya berbeda, meskipun memang mereka juga sekolah.
Anak-anak jalanan lebih agresif dan memerlukan bimbingan halus. Dalam artian,
tidak bisa dipaksa-paksa. Model pembelajaran harus sering dirubah, karena kalau
ngga, mereka bisa bosan. Kami juga
mengondisikan tempat apabila sedang hujan. Pernah di pantai atau pinggir sungai
itu”, ujarnya sambil menunjuk samping rumah tersebut. Tampak sungai dengan
airnya yang berwarna kecoklatan.
Seperti yang dikatakan
Abdur Rahim, sebagian besar dari anak- anak itu memang tidak duduk rapi
mendengarkan penjelasan mahasiswa yang sedang mengajar atau segera
menyelesaikan tugas yang diberikan seperti yang biasa dilihat di
sekolah-sekolah formal. Seorang anak laki-laki berlari keluar menuju sungai dan
menarik anak yang lebih kecil, yang akhirnya diketahui bahwa anak kecil itu
adiknya,
“Selain memenuhi hasrat
untuk bisa mengamalkan apa yang telah kami pelajari, ada kepuasan dan kelegaan
tersendiri ketika bisa melihat mereka belajar dan rehat sejenak dari kesibukan
mereka mencari tambahan uang di terminal”, tambah Ega yang memiliki nama
lengkap Mega Puspita dan berasal dari jurusan Pendidikan Bahasa Inggris ini.
Ketika ditanya apakah
kegiatan belajar dengan anak anjal ini mengganggu kuliah mereka, sontak mereka
menjawab “tidak” dan kegiatan ini dilakukan di hari libur (hari Ahad) sehingga
tidak mengganggu kegitan mereka di kampus. Kesibukan membimbing anak-anak
jalanan tidak membuat mereka mengabaikan tugas kampus atau tidak bisa meraih
prestasi. Hal ini terbukti setelah diketaui bahwa kelimanya adalah peraih
beasiswa tingkat kampus. Bahkan Ega merupakan salah satu penerima beasiswa
bergengsi yang diberikan salah satu perusahaan rokok terkenal, yaitu Beswan
Djarum.
Belajar bersama anjal
yang telah dilakukan sejak satu tahun lalu oleh para mahasiswa itu bisa menjadi
cerminan bagi banyak mahasiswa yang hanya sibuk dengan kuliah maupun kegiatan
tidak bermanfaat lainnya seperti jalan-jalan dan menghadiri konser. Di dekat
mereka, banyak anak-anak yang membutuhkan uluran kepedulian mahasiswa, karena
mahasiswa yang notabene dimayoritasi oleh kaum muda, masih memiliki semangat
besar untuk melakukan perubahan dan menjadi
agen of change bagi lingkungan mereka.
Berbicara tentang
mahasiswa selalu merujuk pada elemen khas dan istimewa serta peran mereka
terhadap berbagai pembangunan bangsa. Sejarah telah mencatat bagaimana para
mahasiswa berusaha dengan semangat yang mereka miliki untuk melahirkan TRITURA.
Selajutnya mereka berperan penting pula dalam menggulingkan pemerintahan
presiden pertama RI. Hal yang tak kalah penting adalah peran mereka dalam
melahirkan sistem pemerintahan orde baru (yang masih menerapkan aturan orde
lama), yang kemudian digantikan oleh reformasi.
Pemerintah telah
mengatur perpolitikan dalam skala perguruan tinggi dalam SK Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan yang berisi aturan tentang kelembagaan mahasiswa di tingkat
perguruan tinggi.[1]
Hal ini bisa dilihat dari keberadaan organisasi di tingkat kampus perguruan
tinggi, seperti DEMA dan BEM. Sistem pemilihan dan pengorganisasian diatur
sedemikian rupa sehingga benar-benar menyerupai sistem pemerintahan skala kepresidenan.
Keikutsertaan mahasiswa
dalam berbagai organisasi dapat menanamkan rasa kepedulian terhadap sesama dan
lingkungan. Mereka dituntut untuk bertanggungjawab dan mempertahankan
idealismenya saat memutuskan untuk meyakini suatu hal atau kebenaran yang
diyakininya. Beberapa diantaranya adalah dengan melakukan demo, orasi, dan
mengadakan diskusi publik dengan anggota dewan atau wakil rakyat yang duduk di
kusrsi pemerintahan, terkait keputusan pemerintah yang dianggap memberatkan
kaum proletar.
Bahkan hanya dengan
demo pun banyak kalangan minoritas yang merasakan begitu berartinya peran
mahasiswa tersebut. Hal ini pernah diutarakan oleh salah seorang kondektur
angkutan umum jenis elp bahwa mereka sangat berterimakasih dengan usaha
mahasiswa di depan gedung kepresidenan dan rumah presiden di bilangan Cikeas,
yaitu dalam bentuk orasi dan demo agar harga BBM tidak dinaikkan.
Mahasiswa seyogyanya
mampu merefleksikan pribadi berpendidikan dan karakter yang jauh dari kesan
negatif, seperti dengan berusaha untuk jujur dalam melakukan tugas dan ujian
(tidak mencontek), serta melakukan berbagai aktifitas tambahan yang mampu
menumbuhkan sikap kepemimpinan dan kepedulian mereka.
“Saya senang dan
berterima kasih sekali dengan anak-anak itu. Jika harga BBM naik, pasti harga
beras dan keperluan lain juga naik. Hidup sudah susah kok tambah disusahin gini. Semoga mereka yang nantinya
menjadi anggota pemerintahan dan ngga korupsi
seperti anggota dewan yang sekarang (menjabat)”, ujarnya tampak terharu. Meski
kita tahu bahwa saat ini pemerintah tetap bertahan pada keputusannya dan telah
menaikkan harga BBM sejak akhir Lebaran lalu, kaum tertindas tetap menghargai
usaha para mahasiswa tersebut.
Bermacam-macam
perjuangan dan peranan penting mahasiswa dalam pembangunan pendidikan dan
politik di Indonesia, yang masing-masing tidak dapat dijelaskan secara rinci.
Namun demikian, betapa pun banyaknya peran mereka, semuanya kembali pada
pernyataan Sang pencipta Allah SWT melalui Rasulullah saw, bahwa salah satu
orang yang paling dicintai Allah adalah kaum muda yang senantiasa bertaubat,
yang dalam hal ini selalu melakukan dan mengusahakan perubahan ke arah yang
lebih baik. Perubahan yang membawa kemashlahatan bagi diri mereka sendiri,
orang lain, dan lingkungan mereka.
*) Mahasiswi
Semester VII Fakultas Tarbiyah Jurusan IPA-Biologi
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Tidak ada komentar:
Posting Komentar